• Wisata alam Lumajang yang terkenal akan keindahannya. ayo mampir! CLICK!
  • Menikmati udara pagi yang masih segar CLICK!
  • Turun dari jembatan menggunakan tapi dan peralatan mendukung. Inilah salah satu kegiatan Pecinta Alam. CLICK!
  • Puncak gunung Lemongan adalah satu dari sekian banyak wisata alam di tanah kelahiran. Lumajang! CLICK!
  • Siapa yang tidak tau dengan Ranu Kumbolo yang merupakan danau indah yang terletak di kaki gunung Semeru. CLICK!
  • Surga tersembunyi yang terletak di kabupaten Malang. Namun untuk pergi ke sana satu-satunya akses yaitu dari kecamatan Tempursari kabupaten Lumajang.
  • Merupakan salah satu dari dua tempat di dunia yang terdapat blue fire. Lokasinya di antara kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi.
  • Tempat snorkeling favorit yang terletak di kabupaten Banyuwangi. Akses yang mudah ditempuh menjadikan tempat ini banyak pengunjung.

Selasa, 07 Juni 2016

makalah teori belajar






MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
“TEORI BELAJAR”





DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD NAILUL ABROR               (150210103062)
RIZKA MAULIDIYA CAHYANI              (150210103067)
PURWOYUDO HADI NOVYANTO          (150210103079)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ungkapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya hingga tersusunlah makalah ini dengan judul “Teori Belajar”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan dan kelemahan penulis, makalah ini masih banyak kekurangan. Namun, dengan bimbingan dosen dan kerja sama antar penulis maka hambatan dan kesulitan dapat penulis lewati. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada Ibu Siti Murdiyah, S.Pd, M.Pd selaku dosen pengajar pada mata kuliah belajar dan pembelajaran dan juga kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, berkat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari semua pihak yang telah membantu, baik yang telah penulis sebutkan maupun yang tidak sempat penulis sebutkan, penulis ucapkan limpah terima kasih. Penulis tidak dapat memberikan sesuatu yang lebih berarti selain doa tulus semoga Tuhan memberikan rahmat yang berkelimpahan atas segala jasa.








Minggu, 3 April 2016

Penulis            

Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Teori konstruktivisme...........................................................................3
2.2 Teori kognitivisme................................................................................5
2.3 Teori behaviorisme...............................................................................9
BAB III PENUTUPAN........................................................................................13
3.1 Kesimpulan..........................................................................................13
3.2 Saran....................................................................................................13
Daftar pustaka.......................................................................................................14













BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar belakang
Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap.
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari belajar, karena dengan belajar manusia menjadi mengerti dan paham tentang hal – hal yang sebelumnya belum mereka ketahui. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dalam lingkungan.
Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan persepsi manusia. Oleh karena itu seseorang harus menguasai prinsip – prinsip dasar belajar agar mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam psikologis dan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.Perubahan perilaku yang merupakan hasil dari proses belajar dapat berwujud perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (inner behavior).Perilaku yang tampak misalnya menulis, memukul, menendang sedangkan perilaku yang tidak tampak misalnya berfikir, bernalar dan berkhayal.Untuk itu, agar aktivitas belajar dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus atau proses belajar untuk peserta didik harus dirancang secara matang, menarik, dan spesifik sehingga peserta didik mudah memahami dan merespon positif materi yang diberikan. Meskipun pengajar sudah merancang sedemikian rupa kadang masih sulit untuk peserta didik dalam mengerti dan paham pada materi yang diberikan. Oleh karena itu pengajar harus mampu menggunakan berbagai cara agar peserta didik mampu memahami apa yang sudah diberikan oleh pengajar.

1.2.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pembahasan pada makalah ini, yaitu sebagai berikut :
       A. Apa pengertian dari teori konstruktivisme, kognitivisme, dan behaviorisme?
       B. Apa saja ciri - ciri teori konstruktivisme, kognitivisme, dan behaviorisme?
C. Siapa saja tokoh – tokoh yang menganut teori – teori tersebut?
D. Bagaimana penerapan teori – teori tersebut dalam pembelajaran?

1.3.        Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah tentang teori belajar dan pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
       A. Mengetahui pengertian dari teori konstruktivisme, kognitivisme, dan behaviorisme.
       B. Mengetahui ciri – ciri dari teori konstruktivisme, kognitivisme, dan behaviorisme.
       C. Mengetahui siapa saja tokoh – tokoh yang ada dalam teori – teori tersebut.
       D. Mengetahui penerapan teori – teori tersebut dalam pembelajaran.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori konstruktivisme
A.    Pengertian
Teori konstruktivisme didfinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
B.     Ciri – ciri
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1.      Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2.      Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.      Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
4.      Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5.      Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
6.      Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7.      Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.      Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
C.     Tokoh – tokoh yang menganut
1.      Dewey
Pembelajaran berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian John Dewey. Dalam demokrasi dan pendidikan Dewey menyampaikan pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Ilmu mendidik Dewey menganjurkan pembelajar untuk mendorong pebelajar terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Dewey juga menyatakan bahwa pembelajaran disekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang  menarik dan pilihan mereka sendiri.
2.      Piaget dan Vygotsky
Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Untuk memperoleh pemahaman individu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki. Piaget memandang bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu dilalui tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya individu. Sementara itu, Vygotsky memberi tempat lebih pada aspek sosial pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain mendorong terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual pembelajar. Implikasi dari pandangan Vygotsky dalam pendidikan adalah bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan pembelajar dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari pembelajar atau teman sejawat yang lebih mampu, pebelajar bergerak ke dalam zona perkembangan terdekat mereka dimana pembelajaran baru terjadi.
3.      Bruner
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan  hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar pebelajar hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperopleh pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi.
2.2 Teori kognitivisme
A.    Pengertian
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar yang merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
B.     Ciri – ciri
1.      Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2.      Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3.      Mementingkan peranan kognitif
4.      Mementingkan kondisi waktu sekarang
5.      Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjunginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
C.     Tokoh – tokoh yang menganut
1.      Jean Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
a)      Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
b)      Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c)      Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif..
d)     Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir "kemungkinan".
2.      Bruner
Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
3.      Ausebel
Ausebel memandang bahwa Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang dimana Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a).  Memperhatikan stimulus yang diberikan
b). Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
D.    Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Pembelajaran.
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
2.3 Teori behaviorisme
A.    Pengertian
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah  belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya, seorang guru mengajari siswanya membaca,  dalam proses pembelajaran guru dan siswa benar-benar dalam situasi belajar yang diinginkan, walaupun pada akhirnya hasil yang dicapai belum maksimal. Namun, jika terjadi perubahan terhadap siswa yang awalnya tidak bisa membaca menjadi membaca tetapi masih terbata-bata, maka perubahan inilah yang dimaksud dengan belajar
B.     Ciri – ciri
1.      Bersifat mekanistik
2.      Menekankan peranan lingkungan
3.      Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
4.      Menekankan pentingnya latihan
5.      Mementingkan mekanisme hasil belajar
6.      Mementingkan peranan kemampuan
7.      Hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan
Ciri dari teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

C.     Tokoh – tokoh yang menganut
1.      Ivan Petrovich Pavlov
Berdasarkan hasil eksperimen itu Pavlov menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya terhadap anjing, tetapi juga dapat diterapkan pada manusia untuk belajar. Impilkasi hasil eksperimen tersebut pada belajar manusia adalah:
a)      Belajar adalah membentuk asosiasi antara stimulus respon secara selektif.
b)      Proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.
c)      Prinsip belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus-respon.
d)     Menyangkal adanya kemampuan bawaan.
e)      Adanya clasical conditioning.

2.      Edward Lee Thorndike
Menurut Thorndike yang telah melakukan eksperimen yang diamati dari perilaku kucing, yaitu belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan dan tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat brwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau yang tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
3.      Burrhus Frederic Skinner
Skinner tidak sependapat pada asumsi yang dikemukakan Guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner :
a)      Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
b)      Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c)      Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar  ia terbebas dari hukuman.
d)     Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang     kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya.

A.    Penerapan dalam pembelajaran.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan  praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori  behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang  paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas  pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori  behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur  pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesinpulan
Teori konstruktivisme didfinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar yang merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
3.2 Saran
            Setelah belajar mengenai teori pembalajaran ini, mahasiswa diharapkan lebih mengerti apa itu pengertian dari teori behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat menerapkannya dalam belajar.



Daftar pustaka
Effendi E.U., dan Praja. 1989. Pengantar Psikologi. Bandung : Angkasa
Rifa’i, Achmad dan Catharina T.A. 2010. Psikologi Pendidikan. Semarang :           Puspeng MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.